JAKARTA - Sejak Kongres PSSI di Pekanbaru, Riau, 26 Maret 2011 batal, persepakbolaan Indonesia dibayang-bayangi ancaman pembekuan dari FIFA. Intervensi yang dilakukan oleh pemerintah lewat keputusan Menteri Pemuda dan Olaharga, Andi Mallarangeng semakin membuat para pelaku sepakbola tanah air resah.
Klub-klub yang berlaga di Liga Super Indonesia (ISL) menjadi pihak yang paling deg-degan menanti keputusan FIFA. Mereka khawatir sanksi berupa pembekuan PSSI oleh FIFA berpotensi membuat kompetisi nasional kehilangan greget karena tidak lagi diperkenankan tampil di ajang Internasional.
Tim-tim yang sedang berlaga di ajang AFC Cup dan Liga Champions Asia pun akan kehilangan kesempatan untuk melanjutkan langkahnya. Ini berarti miliaran dana yang sudah dikeluarkan untuk tampil di laga-laga sebelumnya akan terbuang percuma. Selain itu, kesempatan pemain-pemain untuk merasakan atmosfer laga internasional juga terhalangi.
Beruntung FIFA ternyata memilih jalan lain dalam menyelesaikan konflik PSSI. Bukan membekukan PSSI seperti yang kerap dilakukan terhadap anggotanya yang bermasalah, FIFA justru menerapkan pasal 7 ayat 2 statuta FIFA yang isinya adalah memberi mandat kepada komite darurat FIFA untuk mengambil alih PSSI dan membentuk Komite Normalisasi.
Komite Normalisasi --beranggotakan insan-insan sepakbola yang tidak ingin maju dalam pencalonan pengurus PSSI-- bertujuan untuk menggelar Kongres pemilihan pengurus baru PSSI dan menghentikan Liga Primer Indonesia (LPI) yang digagas oleh konglomerat Arifin Panigoro.
Dalam situs resminya, FIFA juga menegaskan bahwa empat kandidat ketua umum PSSI yang sebelumnya dianulir oleh Komite Banding tidak boleh mencalonkan diri sebagai ketua umum lagi. Mereka adalah Nurdin Halid, Nirwan Dermawan Bakrie, Arifin Panigoro, dan George Toisutta.
Meski diatur dalam statuta FIFA, langkah ini sebenarnya kurang populer. Menurut Kolomnis asal Australia, Jesse Fink dalam sebuah kolomnya di ESPNSTAR, FIFA biasanya tak mau repot untuk mengatasi permasalahan yang terjadi di internal anggotanya.
Dalam menghadapi konflik internal asosiasi sepakbola, FIFA akan menjatuhkan sanksi berupa pembekuan status keanggotaan asosiasi tersebut. FIFA baru bersedia bertemu mereka setelah asoasiasi yang bersangkutan telah menyelesaikan masalahnya sendiri.
Meski demikian, langkah ini merupakan langkah yang ideal bagi penyelesaian konflik PSSI. Kehadiran Komite Normalisasi setidaknya tidak akan mematikan kompetisi nasional karena komite ini diberi mandat oleh FIFA untuk menjalankan roda organisasi PSSI selama masa transisi.
Artinya kompetisi nasional dan internasional yang melibatkan Indonesia akan tetap berjalan dengan kehadiran komite ini. Timnas yang akan tampil di Pra Olimpiade dan SEA Games 2011 juga tetap bisa dinimkati oleh masyarakat Indonesia yang sebenarnya sudah mulai muak dengan konflik yang terjadi di jajaran para pimpinan di negeri ini.
Tak hanya itu, Komite Normalisasi ini juga setidaknya menjadi penengah konflik kepentingan partai politik yang selama ini mewarnai PSSI. Setidaknya hasil kerja Komite Normalisasi ini bakal bisa diterima semua pihak yang benar-benar menginginkan kemajuan sepakbola nasional.
Bravo Sepakbola Nasional!!!
Klub-klub yang berlaga di Liga Super Indonesia (ISL) menjadi pihak yang paling deg-degan menanti keputusan FIFA. Mereka khawatir sanksi berupa pembekuan PSSI oleh FIFA berpotensi membuat kompetisi nasional kehilangan greget karena tidak lagi diperkenankan tampil di ajang Internasional.
Tim-tim yang sedang berlaga di ajang AFC Cup dan Liga Champions Asia pun akan kehilangan kesempatan untuk melanjutkan langkahnya. Ini berarti miliaran dana yang sudah dikeluarkan untuk tampil di laga-laga sebelumnya akan terbuang percuma. Selain itu, kesempatan pemain-pemain untuk merasakan atmosfer laga internasional juga terhalangi.
Beruntung FIFA ternyata memilih jalan lain dalam menyelesaikan konflik PSSI. Bukan membekukan PSSI seperti yang kerap dilakukan terhadap anggotanya yang bermasalah, FIFA justru menerapkan pasal 7 ayat 2 statuta FIFA yang isinya adalah memberi mandat kepada komite darurat FIFA untuk mengambil alih PSSI dan membentuk Komite Normalisasi.
Komite Normalisasi --beranggotakan insan-insan sepakbola yang tidak ingin maju dalam pencalonan pengurus PSSI-- bertujuan untuk menggelar Kongres pemilihan pengurus baru PSSI dan menghentikan Liga Primer Indonesia (LPI) yang digagas oleh konglomerat Arifin Panigoro.
Dalam situs resminya, FIFA juga menegaskan bahwa empat kandidat ketua umum PSSI yang sebelumnya dianulir oleh Komite Banding tidak boleh mencalonkan diri sebagai ketua umum lagi. Mereka adalah Nurdin Halid, Nirwan Dermawan Bakrie, Arifin Panigoro, dan George Toisutta.
Meski diatur dalam statuta FIFA, langkah ini sebenarnya kurang populer. Menurut Kolomnis asal Australia, Jesse Fink dalam sebuah kolomnya di ESPNSTAR, FIFA biasanya tak mau repot untuk mengatasi permasalahan yang terjadi di internal anggotanya.
Dalam menghadapi konflik internal asosiasi sepakbola, FIFA akan menjatuhkan sanksi berupa pembekuan status keanggotaan asosiasi tersebut. FIFA baru bersedia bertemu mereka setelah asoasiasi yang bersangkutan telah menyelesaikan masalahnya sendiri.
Meski demikian, langkah ini merupakan langkah yang ideal bagi penyelesaian konflik PSSI. Kehadiran Komite Normalisasi setidaknya tidak akan mematikan kompetisi nasional karena komite ini diberi mandat oleh FIFA untuk menjalankan roda organisasi PSSI selama masa transisi.
Artinya kompetisi nasional dan internasional yang melibatkan Indonesia akan tetap berjalan dengan kehadiran komite ini. Timnas yang akan tampil di Pra Olimpiade dan SEA Games 2011 juga tetap bisa dinimkati oleh masyarakat Indonesia yang sebenarnya sudah mulai muak dengan konflik yang terjadi di jajaran para pimpinan di negeri ini.
Tak hanya itu, Komite Normalisasi ini juga setidaknya menjadi penengah konflik kepentingan partai politik yang selama ini mewarnai PSSI. Setidaknya hasil kerja Komite Normalisasi ini bakal bisa diterima semua pihak yang benar-benar menginginkan kemajuan sepakbola nasional.
Bravo Sepakbola Nasional!!!